Selasa, 13 September 2011

bahan ajar statistik


BAHAN AJAR


STATISTIK




OLEH:
Dr. Endang Widi Winarni, M.Pd








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011





KATA PENGANTAR
Bahan kuliah ini adalah untuk mahasiswa PGSD Bengkulu yang penulis kutip dari buku-buku daftar bacaan. Bahan kuliah ini diharapkan dapat melengkapi buku-buku penelitian bagi mahasiswa, pendidik, peneliti, praktisi, dan pihak lain yang peduli pendidikan yang ingin mendalami tentang penelitian, khususnya penelitian dalam bidang pendidikan.
Berdasarkan hasil pengalaman mengajar mata kuliah statistika, terdapat banyak hambatan. Hambatan utama adalah kebanyakan dari mereka tidak berminat untuk menekuni pelajaran yang berbau matematika. Simbol-simbol atau notasi-notasi baru, yang datangnya secara beruntun, banyak membingungkan mereka. Kalau kehendak mereka dituruti, bahan kuliah statistika cukup hanya sampai sampai statistika deskripti sajla. Statistika inferens atau statistika teori pengambilan keputusan menjadi penghambat proses belajar dan mengajar. Tetapi apabila mereka melakukan penelitian untuk penulisan skripsi, yang tidak boleh tidak harus dikerjakan, barulan mereka sadar bahwa pelajaran statistika merupakan dasar utama untuk dapat menyelesaikan pekerjaan itu.

                                                                                    Bengkulu,   Februari  2011

                                                                                                Penulis







DAFTAR ISI
                                                                                                  Halaman
HALAMAN SAMPUL..............................................................................      i
KATA PENGANTAR..............................................................................      ii
DAFTAR ISI..............................................................................................      iii

BAB I DATA STATISTIK.......................................................................      1
Pengertian Statistik................................................................................      1
Variabel..................................................................................................      2
Hipotesis ...............................................................................................      7
Skala Ukuran..........................................................................................      13
Notasi ....................................................................................................      16
Hukum Penjumlahan .............................................................................      21
BAB II MACAM-MACAM PENYAJIAN DATA
DATA DALAM BENTUK TABEL.........................................      27

BAB III DISTRIBUSI FREKUENSI DAN
 ORGANISASI DATA................................................................      38

BAB IV UKURAN PEMUSATAN.........................................................      61
Rata-rata.................................................................................................      61
Modus dan Median................................................................................      69
Kuartil, Desil dan Presentil ...................................................................      74
Ukuran Kemiringan ...............................................................................      88

BAB V KORELASI UKURAN HUBUNGAN......................................      91
Korelasi Ukuran Hubungan...................................................................      91
Penelitian Korelasi.................................................................................      100
BAB VI REGRESI ...................................................................................      126






BAB I
DATA STATISTIK

A.      Pengertian Statistik
Perkataan statistika berasal dari bahasa Latin, dari kata status atau statistta yang berarti negara. Pengertian ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles dalam bukunya yang berjudul “Politea”, di mana dia menjelaskan uraian mengenai 158 negara. Dalam uraian tersebut dia mengemukakan data tentang keadaan negara yang disebutnya statistika.
Pada mulanya pelajaran statistika selalu disebut dengan statistik saja. Terlebih-lebih lagi orang awam jarang mengenal perkataan statistika. Misalnya, seseorang berkata, “jumlah anak laki-laki yang dilahirkan selalu lebih banyak daripada jumlah anak perempuan”. Statistik mencatat, dari setiap 206 anak yang dilahirkan, terdapat 100 anak perempuan. Atau perbandingan jumlah anak laki-laki dengan jumlah anak perempuan adalah 106 berbanding 100. Orang-orang dari bidang hukum, bidang olahraga, ramalan cuaca, perdagangan dan lain-lain memandang statistik sebagai catatan-catatan tentang kejahatan, prestasi-prestasi yang oleh atlet di suatu daerah atau negara, curah hujan dan sebagainya, jumlah ekspor/impor suatu negara dan lain-lain berbeda dengan pengertian statistik bagi pada ahli matematika atau para peneliti. Itulah sebabnya para ahli bahasa membuat perbedaan yang jelas antara statistik dengan statistika.
Pengertian statistik pada umumnya adalah catatan-catatan yang mengemukakan data atau fakta-fakta yang disusun secara sistematis sehingga pembacanya dapat dengan mudah memperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang dikemukakan. Sedang statistika adalah suatu disiplin ilmu yang dibentuk berdasarkan metode-metode dan teknik-teknik terhadap jumlah-jumlah yang kemudian diinterpretasikan menjadi pengetahuan. Statistika merupakan cabang matematika yang pada dasarnya bukan untuk mengemukakan data atau fakta-fakta, tetapi merupakan ilmu kira-kira yang hanya mengetahui sebagian dari populasi tetapi membicarakan keseluruhan populasi secara tak bias. Dengan demikian pengertian statistika dengan statistik sejalan dengan pengertian matematika dengan matematik, fisika dengan fisik, genetika dengan genetik, sibernatika (ilmu tentang informasi dan kontrol) dengan sibernatik, dan lain sebagainya.
Pada abad ke-17, statistika di Inggris disebut sebagai politial arithmatic. Kemudian pada abad ke-18, Sir Jhon Sinclair menggunakan istilah statistika setelah terlebih dahulu dipergunakan oleh seorang ahli hitung dari Jerman bernama Achenwall. Meskipun sesudah itu pernah dipergunakan istilah publisistika sebelum mantap dipergunakan seperti sekarang ini.
Statistika merupakan suatu metodologi ilmiah, seperti disebutkan di atas tadi, merupakan cabang dari matematika terapan. Metode-metodenya adalah berbagai macam teknik mengumpulkan, mengorganisasikan, mentabulasi, menganalisis, menginterpretasikan dan menyajikan data dalam bentuk angka-angka. Sebagai contoh, metode statistika dipakai oleh seorang guru di sebuah Sekolah Dasar untuk menghitung nilai prestasi murid dan rata-rata kelas dan akhirnya menyusun suatu tabel yang menunjukkan ranking prestasi belajar murid. Demikian juga seorang ahli psikologi, menafsirkan skor yang diperoleh seseorang dalam tes inteligensi yang dilakukan oleh seseorang ahli psikologi, menafsirkan skor yang diperoleh seseorang dalam tes inteligensi yang dilakukan oleh seorang instruktur pengukur inteligensi yang diambilnya dari sejumlah sampel mahasiswa dalam pengujicobaan seperangkat tes khusus.
B.       Variabel
Variabel berbeda dengan istilah. Di dalam kontek penelitian yang akan diteliti adalah variabelnya bukan istilahnya. Baik dalam penelitian kualitatif maupun kuantitatif yang menjadi objek yang diteliti adalah variabelnya bukan istilahnya. Hanya saja dalam penelitian kualitatif makna variabel itu sendiri yang sangat penting.
Variabel dapat diartikan sebagai suatu konsep yang memiliki nilai ganda, atau dengan perkataan lain suatu faktor yang jika diukur akan menghasilkan skor yang bervariasi, variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi objek penelitian. Menurut Fraenkel dan Wallen (1990:36) variabel adalah suatu konsep, benda yang bervariasi.
Variabel yang memiliki variasi sederhana adalah variabel dikotomus. Variabel ini hanya bervariasi dua, misalnya:
·      Varibel jenis kelamin : pria-wanita
·      Variabel jarak tempuh : jauh-dekat
Dua contoh ini jika diperhatikan tidak sepenuhnya sama. Perbedaan antara pria dan wanita pada variabel jenis kelamin terdapat batas nyata dan pilah atau diskrit, sedang perbedaan antara jauh dan dekat pada variabel jarak tempuh tidak terdapat batas nyata dan pilah. Batas antara jauh dan dekat dapat diubah sesuai dengan kriteria jarak tempuh yang digunakan, misalnya batas jauh adalah 100 km. Batas jarak tempuh tidak tetap, tidak mutlak, pada situasi yang lain dapat berubah menjadi 200 km atau 300 km. Jadi batas jarak tempuh itu sifatnya relatif. Kondisi semacam ini disebut variabel kontinyu. Variabel yang bervariasi banyak (non dikotomi), misalnya tingkat pendidikan. Variasinya meliputi SD, SLTP, SLTA, PT (S1, S2 dan S3).
a.         Variabel dilihat dari hasil pengukuran
Variabel dapat pula dibedakan berdasarkan hasil pengamatan dan/atau hasil pengukuran. Ada empat tingkat variabel yang dihasilkan dari pengukuran dan/atau pengamatan, yaitu variabel berskala nominal, ordinal, interval dan ratio.
1)   Variabel berskala nominal
Varibel berskala nominal adalah variabel yang menunjukkan label yang hanya mampu membedakan antara ciri atau sifat unit satu dengan yang lainnya. Variabel ini bersifat diskrit dan sling pilah (mutually exlusiv) antara kategori yang satu dengan kategori yang lain. Contoh variabel nominal antara lain adalah jenis kelamin: perbedaaan antara pria dan wanita. Variabel ini tidak memiliki jenjang bertingkat. Jadi pengertian lebih tinggi atau lebih rendah dalam hal ini tidak berlaku. Apalagi untuk diukur jarak perbedaan antara kedua ciri itu serta diperbandingkan, pada variabel nominal tidak mungkin.
Variabel nominal dapat dikategorikan nominal dikotomus dan nominal non dikotomus (kategorial). Jenis kelamin merupakan contoh variabel nominal diktomus, sedang contoh dari nominal non dikotomus (kategorial) adalah jenis pekerjaan, jurusan di suatu fakultas. Jenis sekolah SMTA, jenis SMK dan lain-lainnya.
2)   Variabel berskala ordinal
Variabel ordinal adalah variabel yang tersusun berdasarkan jenjang dalam atribut tertentu. Variabel ordinal memiliki variabel ber-tingkat yang menunjukkan urutan (order). Urutan ini menggambarkan adanya gradasi atau peringkat, jarak tingkat yang  satu dengan tingkat lainnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Penetapan kejuaraan dalam perlombaan lari (juara satu, dua dan tiga) merupakan sebuah contoh variabel ordinal. Selisih waktu yang dicapai pelari nomor satu dan nomor berikutnya tidak  menjadi masalah, yang penting disini adalah nomor satu lebih cepat dari nomor dua dan seterusnya. Contoh lain variabel ordinal adalah urutan dari pendapat mengenai persetujuan tentang adanya pendidikan sex di tingkat SLTP, misalnya mencari beberapa orang yang sangat setuju, setuju, kurang setuju dan tidak setuju.
3)   Variabel berskala interval
Variabel interval merupakan variabel yang skala pengukurannya memiliki jarak yang konsisten atau memiliki satuan/unit tertentu. Misalnya nilai atau prestasi belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk skor, dapat dikenal adanya skor 5, 6, 10 dan sebagainya. Skala penilaian antara 1 sampai dengan 10 memiliki satuan 1,0 per unit, namun skor-skor tersebut tidak memiliki arti perbandingan. Jelasnya, bahwa skor 5 yang dicapai oleh seorang siswa tidak berarti setengah dari skor 10 yang dicapai oleh siswa lain.
Variabel yang berskala interval mempunyai sifat dapat membedakan anatara unit yang satu dengan yang lain, menunjukkan peringkat, dan memiliki jarak yang tetap. Namun pada variabel yang berskala interval tidak memiliki titik nol mutlak, sehingga skor-skor yang ada di dalamnya tidak bersifat bandingan (ratio).
4)   Variabel ratio
Variabel rasio adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai non mutlak. Variabel yang berskala ratio dapat menunjukkan sifat perbandingan. Seperti hasil pengukuran berat badan, seorang yang berat badannya 50 kg adalah setengah dari orang yang berat badannya 100 kg.
Dalam statistika, perlakuan terhadap variabel interval  dan ratio ini sama, karena keduanya memiliki sifat yang serupa untuk dikenai operasi matematik, yaitu misalnya skor-skornya dapat ditarik rata-rata. Dipangkatkan dibagi dan sebagainya. Oleh karena itu secara singkat kedua variabel itu dijadikan prasarrt utnuk penggunaan statistika parametrik.
b.        Variabel dilihat dari sifatnya
Dilihat  dari sifatnya, variabel dapat dibedakan menjadi dua yaitu, variabel aktif dan (2) variabel atributif.
1.      Varibel aktif adalah variabel yang memungkinkan untuk dimanipulasi atau diubah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh peneliti. Metode mengajar merupakan suatu contoh variabel aktif. Pada suatu proses belajar mengajar, setiap saat seorang guru dapat mengganti metode mengajar yang digunakannya jika guru menghendakinya.
2.      Variabel atributif merupakan variabel yang sifatnya tetap, dan dalam kondisi yang wajar sifat-sifat itu sukar diubahnya. Variabel ini identik dengan variabel nominal. Seperti jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan jenis sekolah, tempat tinggal, dan sebagainya. Sifat yang ada padanya adalah tetap, untuk itu peneliti senantiasa hanya mampu berbuat untuk mememilih  atau menyeleksi. Oleh karena itu variabel jenis ini disebut juga variabel selektif. Dalam proses penge-lompokan subjek, misalnya, peneliti mengelompokkan ke dalam sub kelompok sampai dengan kriteria sebgai berikut:
·      Kelompok wanita yang anak guru
·      Kelompok wanita yang bukan anak guru
·      Kelompok pria yang anak guru
·      Kelompok pria yang bukan anak guru
Peneliti hanya menyeleksi subjek sesuai dengan karakteristik yang ada pada tiap subjek atau unit sampel.
c.         Variabel dilihat dari peranannya
Jenis variabel ditinjau dari fungsinya di dalam penelitian adalah sebagai berikut:
(1) Variabel bebas (Independent variabel)
(2) Variabel tak bebas atau tergantung atau terkait (dependent variabel)
(3) Variabel perantara (intervening variabel)
Variabel bebas dapat dibedakan lagi menjadi beberapa macam variabel, anatar lain yaitu variabel moderator, terkendali, dan variabel random. Dalam bentuk diagram kedudukan variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Sebab ----------------------- Hubungan -------------------- Akibat
Variabel Bebas Moderator Terkendali Random/Rambang
Variabel perantara
Variabel terikat
 





Untuk mengklasifikasikan variabel berdasarkan perananannya cendrung orang memulai dengan mengidentifikasi variabel terikatnya (dependent variabel). Hal ini terjadi karena variabel terikat yang menjadi titik pusat permasalahan, sehingga peniliti sering juga menyebut sebagai variabel kriterium. Contohnya dalam bidang pendidikan adalah prsetasi belajar sebagai pokok persoalannya (sebagai variabel terikat). Variabel terikat tersebut tergantung kepada banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut sebagai variabel bebas. Satu atau lebih variabel bebas tersebut yang akan dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat. Contoh variabel tergantungnya adalah prestasi belajar. Variabel bebasnya dapat berupa metode mengajar. Di samping metode mengajar masih banyak variabel yang mempengaruhi prestasi belajar, misalnya: jenis kelamin (kalau peneliti memperhitungkan pengaruh jenis kelamin dalam peneltiannya). Jenis kelamin tersebut berperan sebagai variabel moderator. Umur juga mempengaruhi prestasi belajar anak. Jika peneliti menetralisis umur, dalam penelitiannya dengan mengambil kelompok umur tertentu saja, maka variabel umur berperan  sebagai varibel kendali. Kemudian variabel-variabel lain yang masih banyak jumlahnya yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, tetap dianggap tidak menimbulkan pengaruh yang berarti, sehingga variabel tersebut diabaikan dalam penelitian. Variabel Yang diabaikan pengaruhnya itu disebur rambang.  Dalam contoh model diatas yang menjadi variabel intervening adalah proses belajar yang terjadi pada diri subjek yang diteliti.
Ada variabel yang disebut dengan extraneous variable yang termasuk variabel bebas yang tidak dikontrol. Variabel ini tampaknya identik dengan variabel rambang.
Pada penelitian experimental, variabel bebas yang utama disebut variabel perlakukan (treament variabel), karena variabel itu secara sengaja dikenakan kepada subjek/objek coba untuk kemudian diamati akibat yang terjadi pada subjek/objek coba itu. Variabel akibat yang muncul dan/atau berubah karena perlakukan yang dikenakan pada subjek/objek coba itu disebut pula variabel respon.
Gambaran tentang jenis-jenis variabel penelitian di atas, difisualisasikan sebagaimana skema berikut ini.







Jenis-jenis variabel penelitian
Skema tentang jenis-jenis variabel penelitian
Skala pengukuran
sifatnya
peranannya
Nominal
Ordinal
Interval
Rasio
Variabel bebas
Variabel terikat
 








Moderator
Terkendali Rambang

Non dikotomi
dikotomi
  
Intervering variabel
Variabel aktif
Variabel atributif
 




C. Hipotesis
a.      Pengertian Hipotesis
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian (Fraenkel dan Wallen, 1990:40). Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis belum tentu benae. Benar tidaknya suatu hipotesis tergantung hasil penguji dari data empiris.
Penelitian yang dilakukan sebenarnya tidak semata-mata ditujukan untuk menguji hipotesis yang diajukan, akan tetapi penelitian itu bertujuan menemukan fakta yang ada dan terjadi di lapangan. Fakta yang dimaksud sefatnya riil dan obyektif (data emik). Hubungan dengan hipotesis adalah, apakah fakta yang ditemukan di lapangan itu mendukung atau tidak mendukung hipotesis yang diajukan oleh peneliti apakah dapat diterima atau ditolak. Jika fakta yang ditemukan di lapangan setelah diuji melalui statistik hasilnya berlawanan dengan rumusan hipotesis (dalam arti tidak mendukung), maka hipotesis yang diajukan peneliti tidak dapat diterima atau di tolak. Pernyataan diterima atai ditolaknya hipeotesis tidak dapat diidentikkan dengan pernyataan keberhasilan atau kegagalan penelitian. Perumusan hipotesis ditujukan untuk landasan logis dan pemberi arah kepada proses pengumpulan data serta proses penyelidikan itu sendiri (John W. Best, dalam Sanapiah Faisal, 1982).
Hipotesis dirumuskan utamanya berdasarkan hasil telaah pustaka. Dengan demikian bentuk rumusannya harus sejalan dengan hasil telaah pustaka atau bahasan teoritik dan relevan dengan rumusan masalah.
b.      Jenis-jenis Hipotesis
1.      Hipotesis dilihat dari kategori rumusannya
Hipotesis dilihat dari kategori rumusannya dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) hipotesis nihil (null Hypotheses) yang biasa disingkat dengan Ho (2) hipotesis alternatif (alternative hypotheses) biasanya disebur hipotesis kerja atau disingkat Ha.
Hipotesis nihil (Ho) yaitu hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan atau pengaruh antara variabel dengan variabel lain. Contohnya: tidak ada hubungan anatara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD.
Hipotesisi alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan atau pengaruh antara variabel dengan variabel lain. Contohnya: Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD.
Hipotesis alternatif ada dua macam, yaitu directional hypotheses dan non directional hypotheses (Fraenkel and Wallen, 1990:42; Suharsimi Arikunto, 1989;57).
Hipotesis terarah (directional hypotheses) adalah hipotesis diajukan oleh peneliti, dimana peneliti sudah merumuskan dengan tegas yang menyatakan bahwa variabel independen memang sudah diprediksi berpengaruh terhadap variabel dependen. Misalnya : Siswa yang diajar dengan metode inkuiri lebih tinggi prestasi belajarnya, dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode curah pendapat.
Hipotesis tak terarah (non directional hypotheses) adalah hipotesis yang diajukan dan dirumuskan oleh peneliti tampak belum tegas bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Frankel dan Wallen (1990:42) menyatakan bahwa hipotesis tak terarah itu menggambarkan bahwa peneliti tidak menyusun prediksi secara spesifik tentang arah hasil penelitian yang akan dilakukan. Contoh dari hipotesis tak terarah adalah ada perbedaan pengaruh penggunaan metode mengajar inkuiri dan curah pendapat terhadap prestasi belajar siswa.
2.      Hipotesis dilihat dari sifat variabel yang akan diuji
Dilihat dari sifat yang akan diuji, hipotesis penelitian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) hipotesis tentang hubungan dan (2) hipotesis tentang perbedaan.
Hipotesis tentang hubungan yaitu hipotesis yang menyatakan tentang saling hubungan anatara dua variabel atau lebih, mengaci ke penelitian korelasional.
Hubungan anatara variabel tersebut dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (a) hubungan yang sifatnya sejajar tidak timbal balik, (b) hubungan yang sifatnya sejajar timbal balik, (c) hubungan yang menunjuk pada sebab akibat tetapi tidak timbal balik.
a)    Hubungan yang sifatnya sejajar tidak timbal balik, contohnya: Hubungan antara fisikan dan kimia.
Niali fisika mempunyai hubungan sejajar dengan nilai kimia, tetapi tidak merupakan hubungan sebab akibat dan timbal balik. Nilai fisika yang tinggi tidak menyebabkan nilai kimi yang tinggi, dan sebaliknya. Kedua memiliji hubungan mungkin disebabkan karena faktor lain, mungkin kebaisaan mereka berpikir logik (tentang ke IPA-an) sehingga mengakibatkan adanya hubungan antara keduanya.
b)   Hubungan yang sifatnya sejajar timbal balik. Contohnya: hubunan antara tingkat kekayaan dengan kelancaran berusaha. Semakin tinggi tingkat kekayaan, semakin tinggi tingkat kelancaran usahanya, dan sebaliknya.
c)    Hubungan menunjukkan sebab-akibat, tetapi tidak timbal balik. Contohnya hubungan antara waktu PBM, dengan kejenuhan siswa. Semakin lama waktu PBM berlangsung, siswa semakin jenuh terhadap pelajayan yang disampaikan.
Sedangkan hipotesis tentang perbedaan, yaitu hipotesis yang menyatakan perbedaan dalam variabel tertentu pada kelompk yang berbeda. Hipotesis tentang perbedaan ini mendasari berbagai penelitian komparatif dan eksperimen. Contoh (1) : Ada perbedaan prestasi belajar siswa SMA anata yang diajar dengan metod ceramah + tanya jawab (CT) dan metode diskusi (penelitian eksperimen). Contoh (2): Ada perbedaan prestasi belajar siswa SMA antara yang berada di kota dan di desa (Peneltian Komparatif).
c.       Jenis hipotesis yang dilihat dari keluasan atau lingkup variabel yang diuji.
Ditinjau dari keluasan dan lingkupnya, hipotesis dapat dibedakan menjadi hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah hipotesis yang mencakup kaitan seluruh variabel dan selutuh subyek penelian, sedangkan hipotesis minor adalah hipotesis yang terdiri dari bagian-bagian atau sub-sub dari hipotesis mayor (jabaran dari hipotesis mayor).
Contoh: Hipotesis Mayor
“Ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi (KSE) orang tua dengan prstasi belajar siswa SMP”.
Contoh: Hipotesis Minornya.
1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMP.
2. Ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMP.
3. Ada hubungan antara kekayaan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMP.
Jenis-jenis hipotesis di atas dapat difisualisasikan sebagaiaman skema berikut.
Jenis-Jenis Hipotesis Penelitian
Kategori rumusannya
Sifat variabel yang akan dijui
Lingkup variabel yang diuji
Hipotesis nihil
Hipotesis alternatif
Hipotesis hubungan
Hipotesis perbedaan
Hipotesis minor
Hipotesis mayor
terarah
Tak terarah
Hubungan sejajar tidak timbal balik
Hubungan sebab akibat tak timbal balik
Hubungan sejajar timbal balik
 










d.      Karakteristik hipotesis yang baik
Sebenarnya nilai atau harga suatu hipotesis tidak dapat diukur sebelum dilakuakn pengujian empiris. Namun demikian bukan berarti dalam merumuskan hipotesis yang akan diuji dapat dilakuakn “semua kita”. Ada beberoa kriteria tertentu yang meberikan ciri hipotesis yang baik.
Ciri-ciri hipotesis yang baik menurut Donald Ary, et.al (dalam Arief Furchan, 1982: 126-129) adalah
1)      Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
Suatu hipotesis merupakan penjelasan yang mungkin mengenai apa yang seharusnya dijelasakan/diterangkan.
2)      Hipotesis yang menyatakan hubungan yang diharapkan ada antara variabel-variabel. Suatu hipotesis harus memprediksi hubungan antara dua atau lebih variabel.
3)      Hipotesis harus dapat diuji.
Hipotesis yang diajukan peneliti harus bersifat testability artinya terdapat kemmapuan untuk diuji.
 4)   Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada, hiotesis hendaknya tidak betentangan dengan teori atau hukum-hukum yang sebelumnya sudah mapan.
5)   Hipotesis hendaknya sesederhana dan seringkas mungkin. Sedangkan menurut Jhon W. Best (1997) bahwa ciri-ciri hipotesis yang baik adalah (1) bisa diterima oleh akal sehat, (2) konsisten dengan teori yang telah diketahui, (3) rumusannya dinyatakan sedemikian rupa, sehingga dapat diuji (4) dinyatakan dalam perumusan yang sederhana dan jelas.
Borg dan Gall (1979: 61-62) menyatakan bahwa hipotesis dapat dikatakan baik manakala memenuhi 4 (empat) kriteria, yaitu:
1)      Hipotesis hendaknya merupakan rumusan tentang hubungan antara dua atu lebih variabel.
2)      Hipotesis yang dirumuskan hendaknya disertai dengan alasan atau dasar-dasar teoritik dan hasil penemuan terdahulu
3)      Hipotesis harus dapat diuji.
4)      Rumusan hipotesis hendaknya singkat dan padat

Satu hal lagu yang dapat dijadikan kriteria penyusunan hipotesis adalah bahwa hipotesis seharusnya dirumuskan dalam kalimat pernyataan, bukan pertanyaan atau yang lain. Kalau kita mencermati pandangan tentang kriteria hipotesis yang baik sebagaimana diuraikan di atas, tampak bahwa hipotesis hanya berlaku untuk mempresikdi keterkaitan dua atau lebih variabel, dan dalam hipotesis tudak berlaku untuk penelitian dengan satu variabel.
Pengujian hipotesis
Mengenai pengujian hipotesis, sebagaiman dikemukankan Donald Ary et. Al (dalam Arief Furchan, 1982: 133) bahwa untuk menguji hipotesis, peneliti:
1)        Menarik kesimpulan tentang konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar.
2)        Memilih metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak, dan
3)        Menerapakan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis utnuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
Dalam pengujian hipotesis, hipotesis tersebut harus lulus dari tes empiris dan tes logika. Hipotesisi diuji secara empiris, yang biasanya menggunakan statistik inferensial, yang selanjutnya hasil perhitungannya dikonsultasikan dengan angka koefisiensi (korelasi, uji t, dan sebagainya) yang terdapat dalam tabel teoritik.
Hipotesis tidak selalu ada dalam peneltian. Ada penelitian yang tanpa harus mengajukan dan merumuskan hipotesis, yakni apabila peniliti tidak/belum dapat mennetukan prediksi jawaban terhadap hasil penelitian. Bukan berarti penelitian tanpa hipotesis lebih jelek kualitasnya dibandingkan dengan peneltian berhipotesis. Mengenai kualitas penelitian tak dapat diukur dengan ada atau tidaknya hipotesis.
Penelitian-penelitian yang biasanya tanpa hipotesis antara lain (1) penelitian deskriptif, (2) Penelitian historis, (3) penelitian kasus, (4) penelitian tindakan, (5) penelitian “grounded” dan lain-lain.



D.   Skala Ukuran
Untuk membandingkan sesuatu dibandingkan dengan lainnya yang sejenis dibutuhkan suatu alat ukur. Membandingkan berat badan seseorang tertentu berbeda alat ukurnya dengan mengukur penghasilannya atau mengukur sikapnya terhadap disiplin nasional. Banyak hal yang harus diukur dan banyak cara dan alat pengukurnya. Alat ukur yang menyebutkan tinggi manusia misalnya tinggi sekali, tinggi, sedang, ringan dan ringan seklai lain dengan skala ukuran seperti 168 cm, 193 cm, 59 cm dan lain-lain. Pengukuran luas bidang berbeda dengan pengukuran isi dan berbeda dengan pengukuran panjang. Skala ukuran ini sangat penting dalam pelajaran statistika. Skala ukuran yang dipakai tergantung pada variabel yang sedang diteliti. Kadang-kadang dalam suatu penelitian dipakai beberapa macam skala ukuran melihat keperluan yang cocok atau yang paling sesuai dengan kegunaannya. Skala ukuran dibedakan disesuaikan dengan derajat “perisinya” atau ketelitiannya. Bila kita mengatakan seseorang itu badannya tinggi, menurut ukuran orang Indonesia, berarti dia lebih tinggi daripada rata-rata orang Indonesia seusianya atau kalau dia sudah dewasa, dia lebih tinggi daripada orang Indonesia yang dewasa dan presisinya tidak tepat 175 cm, karena tinggi badan orang Indonesia 175 cm sudah termasuk tinggi. Badannya terasa panas, artinya badannya melebihi panas normal atau di atas 36-37°C atau badannya tersa dingin apabila berada di bawah suhu tersebut. Presisinya tidak diketahui. Meskipun demikian skala ukuran tinggi, rendah, sedang atau dingin, panas dapat dijadikan ukuran, walau tidak membutuhkan kepresisian. Di pihak lain, adalah sulit untuk menentukan kepresisian sesuatu yang abstrak, misalnya adalah sulit untuk menentukan tingkat kecemasan seseorang bila menghadapi sesuatu yang akan mengancam bahaya. Misalnya seseorang yang baru pertama kali dibawa ke medan perang, pertama-pertama dia merasa cemas sewaktu mendengar rentetan bunyi senapan mesin. Bagaimana bisa mengukur secara persisi, atau secara tepat tingkat kecemasannya. Sekian banyak tentara yang baru dibawa ke medan perang, sekian banyak pula kecemasan mereka, hal-hal seperti inilah maka perlu skala yang berbeda untuk mengukur intensitasnya. Skala ukuran mulai dari yang paling tua sampai yang terakhir adalah skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio.



a.        Skala Nominal
Skala ukuran yang paling sederhana adalah skala nominal. Perkataan nominal ada hubungannya dengan nama atau dalam bahasa Inggris nameI. Secara definitif bisa dikatakan bahwa pengukuran sesuatu dengan skala nominal adalah dengan mengategorikan sesuatu objek sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Pengklasifikasian mobil atau motor dalam balapan ke dalam beberapa ketegori adalah suatu contoh dengan menggunalan skala nominal. Di sini, dalam pembuatan pengukuran tidak diikutsertakan pikiran logika, seperti bagaimana kemampuan mendakinya dan menurus serta  menghabiskan bahan bakar dan lain-lain. Pembeda-bedaan manusia atas laki-laki dengan perempan, rambut kriting dengan rambut lurus, kulit hitam, kulit kuning, kulit merah, kulit coklat adalah pembagian yang tidak menurut logika. Demikian juga pembagiaan atas etnis atau suku bangsa, bukanlah dasar logika.
Sifat-sifat yang dimiliki skala nominal adalah:
1.      Pembagian data atas kategori adalah seling ekslusif, kalau sudah masuk ke satu bagian, tidak mungkin lagi ada di bagian lainnya.
2.      Data kategori tidak didasarkan pada logika.

b.      Skala Ordinal
Skala ukuran tertua sesudah skala nominal adalah skala ordinal. Berbeda dengan skala nominal, skala ordinal menggunakan logika untuk membuat kategori-ketegori. Variabel yang diukur dikategorikan menurut jalan pikiran lurus atau sesuai dengan logika. Ketegori yang satu dibedakan dengan ketegori lainnya berdasarkan aturan tertentu. Contoh umum kita kenal adalah prestasi belajar yang diberi ketgori A, B, C, D, dan E. Secara logika dibuatkan bahwa siswa yang mendapat nilai A lebih tinggi daripada nilai lainnya, nilai B lebih tinggi dari nilai C, D dan E, demikian seterusnya. Pada dasarnya, skala ordinal adalah skala yang menunjukkan tingkat-tingkatan atau didasarkan pada tingkat teratas sampai terbawah. Meskipun demikian, jarak antara A dengan B tidak atau belum tentu sama dengan jarak B dengan C ataupun dengan D. Ini hanyalah menunjukkan rank. Dengan demikian sifat-sifat dari skala ordinal adalah:
1.      Data kategori adalah saling ekslusif.
2.      Data kategori berdasarkan logika.
3.      Data kategori mempunyao karakteristik yang sesuai dengan kategori yang ada padanya.
c.         Skala Interval
Pengukuran objel  menurut skala berikutnya secara hirearki adalah skala interval.  Skala ini memiliki sifat tambahan selain sifat yang tiga macam seperti disebutkan di atas, yakni perbedaan antara kategori yang satu dengan lainnya dibuat sama atau mempunyai jarak yang sama. Kalau sebuah objek dibagi dalam 5 ketagori, maka jarak yang pertama dengan jarak yang kedua persis sama dengan jarak antara yang kedua dengan yang ketiga, antara yang ketiga dengan yang keempat dan selanjutnya antara yang keempat dengan yang kellima. Pada umumnya skala temperatur atau suhu diukur dengan skala ini. Misalnya temperatur 25-30°C persis sama perbedaanyya dengan 30-35°C. Penting untuk diketahui bahwa temperatur 0°C adalah temperatur dari satu titik mula-mula temperatur dihitung. Temperatur itu tetap ada bukan berarti tidak ada atau 0. Sama halnya waktu 00.00. waktu itu tetap ada, cuma perhitungan waktu dimulai pada titik tersebut. Dengan demikian skala interval memiliki karakteristik seperti berikut.
1.      Data kategori saling ekslusif.
2.      Data kategori berdasarkan logika.
3.      Data ketegori dibuat sesuai dengan jumlah dari karakteristik yang dimilikinya.
4.      Perbedaan antara satu kategori dengan kategori berikutnya mempunyai jarak yang persis sama.
5.      Titik nol mempunyai arti tersendiri.
d.        Skala Rasio
Hierarki yang paling tinggi dari skala ukuran adalah skala rasio. Selain karakteristik yang dimiliki oleh keempat skala terdahulu, masih ada karakteristik tambahan pada skala rasio ini, yakni bahwa angka nol pada skala ini diartikan betul-betul memang nol  atau tidak ada. Berat suatu benda mempunyai berat, termasuk cahaya. Dengan tamabahan karakteristik ini maka pernyataan-pernyataan bisa dibuat secara relatif bukan hanya jarak antara dua kategori yang sama besarnya, tetapi juga jumlah-jumlah secara proporsional dari dua objek yang dimiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh, perbedaan anatara 45 kg dengan 50 kg adalah sama dengan antara 80 kg dengan 90 kg. Dalam skala interval kita tidak bisa mengatakan bahwa 50°C adalah dua kali suhu 25°C. Dengan demikian skala rasio memiliki karakteristik seperti berikut,


1.      Data kategori adalah saling ekslusif.
2.      Data kategori menurut jalan pikiran logis.
3.      Data kategori dibagi-bagi sesuai dengan jumlah karakteristik yang dia miliki.
4.      Perbedaan-perbedaan (selisih) yang sama karakteristiknya ditunjukkan dengan perbedaan antara dua angka yang berurutan.
5.      Titik nol berarti tidak ada karakteristiknya.
E.    Notasi
Setiap bidang ilmu mempunyai bahasa sendiri. Dalam bidang statistika, sebagaimana cabang-cabang matematika lainnya, mahasiswa harus mempelajarinya, bukan hanya terminologi baru, tetapi juga cara-cara baru agar bisa berkomunikasi. Itulah sebabnya kita harus terlebih dahulu memahai secara seksama simbol-simbol atau notasi-notasi yang digunakan. Mahasiswa harus mengenal dan memahami maksud dari notasi yang terdiri dari huruf-huruf Latin dan Yunani. Notasi ini memudahkan serta mempersingkat penulisan tanpa mengurangi pengertian yang terkandung di dalamnya. Dengan sedikit usaha dan kesabaran serta kenginginan yang bersunguh-sunguh, setiap mahasiswa akan memperoleh hasil yang diinginkan.
Adapaun huruf-huruf Yunani adalah sebagai berikut.
Tabel 1.2
Huruf-huruf Yunani
Huruf Yunani
Namanya
Huruf Latinnya
Huruf Yunani
Namanya
Huruf Latinnya
A            ɑ     
B            ß
Γ            γ
Δ            δ
E            ɛ
Z            ζ
H           η
Θ    θ     ϑ
I            ί
K          κ
Λ          λ
M         μ
Alpha
Beta
Gamma
Delta
Epsilon
Zeta
Eta
Theta
Iota
Kappa
Lambda
Mu
a
b
g
d
ѐ
z
ѐ
th
t
k
l
n
N
Ξ
Ο
Π
P
Σ   σ
Τ
Υ
Φ   ϕ
Χ
Ψ
Ω
ν
ξ
ο
π
ρ
s
τ
υ
φ
χ
ψ
ω
Nu
Xi
Omicron
Pi
Rho
Sigma
Tau
Upsilon
Phi
Khi
Psi
Omega
N
X
ȏ
p
r
s
t
u
ph
kh
ps
ò










Huruf-huruf Yunani yang sudah mempunyai notasi tetap adalah sebagai berikut:
ɑ          sebagai Probabilitas Keliru Tipe I
ß          sebagai Probabilitas Keliru Tipe II
μ          sebagai rata-rata populasi
Σ          sebagai jumlah dari
σ          sebagai simpangan baku dari populasi
σ2        sebagai variansi populasi
σx        sebagai kekeliruan baku rata-rata populasi
X2        sebagai khi kuadrat dalam statistik
Meskipun demikian, masih banyak huruf-huruf Latin yang dipergunakan sebagai notasi dalam statistika. Yang banyak dipergunakan dan yang sudah baku adalah sebagai berikut.
        tak terhingga
<          lebih besar dari
<          lebih kecil dari
ɑ          titik dimana garis regresi berpotongan dengan sumbu Y
       batas atas dari kelas-kelas data yang dikelompokkan
Bb       batas bawah daru kelas-kelas data yang dikelompokkan
b          kemiringan dari garis regresi
D         selisih antara dua skor yang berpasangan
D         (dengan strip diatasnya) sebagai rata-rata selisih antara dua skor yang berpasangan
dk        derajat kebebasan
E         (dalam hal khi kuadrat) sebagai frekuensi yang diharapkan
E(X)    (strip di atas X) sebagai nilai rata-rata yang diharapkan; rata-rata distribusi sampling
F         angka perbandingan taksiran kelompok dalam dari variansi populasi; semacam perbandingan dalam distribusi dampling.
F’        nilai kritis dalam uji Scheffe
F’ob      nilai dari yang diperoleh dari data dalam uji scheffe, frekuensi, berapa kali terjadi peristiwa
Ho        hipotesis nol; pernyataan bahwa tidak ada perbedaan antara dua variabel
H1       atau